50 Juta Ha Hutan Terdegradasi, Negara Rugi 30 Ribu Triliun

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Jumat, 09 Desember 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Berdasarkan hasil paduserasi Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) pada 1999, diperkirakan hutan alam yang terdegradasi di Indonesia mencapai angka 50 juta hektare (Ha). Kerusakan hutan itu sebagian besar disebabkan oleh kegiatan pembalakan liar dan telah menyebabkan kerugian negara dan lingkungan yang sangat besar.

Hal tersebut disampaikan Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Basuki Wasis dalam keterangan tertulis, saat konferensi pers Pra Orasi Ilmiah, Kamis (8/12/2022). Basuki menjelaskan, hasil penafsiran citra satelit menunjukkan laju perusakan hutan alam pada 1985-1997 mencapai 1,6 juta hektare per tahun. Pada 1997-2000 tercatat 2,8 juta hektare per tahun. Sedangkan pada 2000-2003 perusakan hutan semakin tidak terkendali.

"Akibatnya, secara materi telah menyebabkan kerugian negara sekitar Rp30 ribu triliun. Sungguh sangat ironis, negara Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang demikian kaya namun pada kenyataannya negara dan rakyatnya banyak yang miskin," kata Basuki, dikutip dari Medcom.id.

Di samping itu, Basuki melanjutkan, telah terjadi kerusakan lingkungan yang menyebabkan terjadinya bencana banjir, kekeringan, kebakaran dan munculnya hama dan penyakit, pemanasan global, tanah longsor dan erosi. Alhasil, rakyat semakin sengsara.

Pembukaan hutan untuk lahan sawit oleh PT PNM di Jayapura, Papua. Kredit Foto: Auriga Nusantara

Basuki menguraikan, mengatasi itu pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Beleid itu menginstruksikan semua aparat penegak hukum perlu melakukan percepatan pemberantasan penebangan ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Menurutnya, kehadiran ahli dan saksi bisa menjadi kunci dalam proses penegakan hukum pembalakan liar dan lingkungan hidup. Saksi ahli ini dapat mengukur dampak pembalakan liar melalui proses verifikasi atau investigasi.

Basuki menyebut, hal ini penting karena kerugian atau dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan bersifat lintas waktu, lintas generasi, lintas dunia, dan bersifat global. Sehingga, keterangan ahli berupa bukti ilmiah (scientific evidence) kemudian berproses menjadi bukti hukum.

“Namun, sering terjadi kriminalisasi berupa laporan pidana dan atau gugatan perdata kepada saksi dan ahli. Ini akan membahayakan penegakan hukum lingkungan dan pegiat lingkungan hidup lainnya. Pelaku teror hukum harus diberikan sanksi hukum yang berat,” katanya.

Basuki mengatakan, ke depan pelaku teror hukum harus diberikan sanksi hukum berat dan denda besar. Agar, penegakan hukum kerusakan hutan dan lingkungan dapat berjalan baik tanpa dihantui rasa takut dan cemas.

Seperti diketahui, hutan hujan tropis di dunia hanya ada di tiga wilayah di dunia, yakni Amerika Selatan memiliki sekitar 400 juta hektare, berpusat di lembah Sungai Amazon, Brazil. Kemudian Indonesia dan Malaysia memiliki sekitar 250 juta hektare, dan Afrika Barat memiliki 180 juta hektare di lembah Sungai Congo sampai Teluk Guyana. Hutan hujan tropis merupakan ekosistem klimaks, terdapat setengah spesies flora dan fauna di seluruh dunia.

Hutan hujan tropis juga dijuluki sebagai "farmasi terbesar di dunia" karena hampir 1/4 obat modern berasal dari tumbuhan di hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis merupakan penyangga jasa lingkungan terbaik yang berfungsi sebagai tata air/hidroorologis, menyerap karbon, dan menghasilkan oksigen; serta menyimpan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

SHARE