40 Ribu Hektare Bentang Alam Seblat Tak Lagi Berhutan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Rabu, 30 November 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Hasil analisis yang dilakukan Yayasan Genesis Bengkulu menunjukkan, seluas sekitar 46.345,27 hektare tutupan hutan alam di Bentang Alam Seblat telah terdegradasi dan beralih fungsi. Bahkan sekitar 15.904,27 hektare di antaranya diubah menjadi perkebunan kelapa sawit.

“Temuan ini Genesis Bengkulu dapatkan dari hasil analisis spasial dengan memanfaatkan data tutupan lahan Map Biomas Indonesia (MBI) tahun 2019,” kata Egi Saputra, Direktur Genesis Bengkulu, dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (29/11/2022).

Egi menjelaskan, Bentang Alam Seblat merupakan barisan hutan alam di Provinsi Bengkulu yang berada di Bentang Alam Bukit Barisan. Menurut Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, hutan ini membentang dari kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Majunto hingga Sungai Air Ketahun, dengan luasan tidak kurang dari 323.000 hektare.

Berdasarkan perhitungan terperinci yang Genesis Bengkulu lakukan, lanjut Egi, dengan memanfaatkan polygon Kawasan Hutan Provinsi Bengkulu SK. 784 Tahun 2012, menggunakan perhitungan luasan spasial melalui aplikasi ArcGis, Bentang Alam Seblat memiliki luasan total 335.025,18 hektare, yang terdiri dari Kawasan Hutan Taman Nasional (TN) Kerinci Seblat seluas 212.846,67 hektare, TWA Seblat 7.737,12 hektare, HPT Air Ipuh I 19.659,88 hektare.

Tampak areal terbuka akibat alih fungsi lahan di Bentang Alam Seblat./Foto: Genesis Bengkulu

Kemudian, HPT Air Ipuh II 16.734,87 hektare, HPT Air Majunto 24.810,95 hektare, HPT Lebong Kandis 28.558,85 hektare, HP Air Dikit 2.252,85 hektare, HP Air Teramang 4.818,52 hektare, HP Air Rami 14.010,01 hektare, HPK Air Dikit 556,08 hektare, HPK Air Majunto 2.329,34 hektare, dan HPK Seblat 710,77 hektare.

Peta Bentang Alam Seblat./Gambar: Genesis Bengkulu

Menurut Egi, perubahan tutupan hutan alam dan alih fungsi hutan Bentang Alam Seblat ini mengkhawatirkan. Sebab, Bentang Alam Seblat adalah rumah bagi berbagai jenis fauna dan flora, termasuk di dalamnya spesies kunci terancam punah seperti gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).

"Data BKSDA Bengkulu-Lampung menyebutkan, jumlah populasi gajah sumatera di Bentang Alam Seblat tidak kurang dari 70 individu dan harimau sumatera tidak kurang dari 17 individu," lanjut Egi.

Di Bentang Alam Seblat, Tim Patrol Konsorsium Bentang Alam Seblat--yang terdiri dari lembaga Kanopi Hijau Indonesia, Lingkar Inisiatif dan Genesis Bengkulu dengan wilayah konsentrasi 80.987 hektare hutan Bentang Alam Seblat--menemukan 439 titik satwa terancam punah, di antaranya gajah sumatera 46 titik, harimau sumatera 45 titik, macan dahan 11 titik, beruang madu 31 titik, tapir asia 65 titik, kijang 5 titik, rusa 65 titik, siamang 98 titik, burung kuau 38 titik, dan burung rangkong 70 Titik.

Sebaran titik temuan satwa liar di Bentang Alam Seblat./Gambar: Konsorsium Bentang Alam Seblat

"Bentang Alam Seblat juga memiliki peran penting sebagai penghasil oksigen, penyerap karbon dan menjadi hulu bagi 46 sungai yang menjadi sumber pengairan untuk kebutuhan harian hingga kebutuhan lahan pertanian bagi masyarakat Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Bengkulu Utara."

Ada berbagai pemangku kawasan yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan Kawasan Hutan Bentang Alam Seblat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bertanggung jawab dalam pengelolaan, pengawasan dan pengamanan sejumlah kawasan konservasi, yakni Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) melalui Balai TNKS, dan TWA Seblat melalui BKSDA Bengkulu-Lampung. Sedangkan untuk Kawasan Hutan Produksi, pengawasan dan pengamanannya berada di bawah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu lewat unit tugas KPHP Mukomuko dan KPHP Bengkulu Utara.

Karena fungsi ekologinya yang tinggi, Bentang Alam Seblat kemudian ditetapkan sebagai Kawasan Ekosistem Essensial (KEE) Bentang Seblat, dengan luasan wilayah 29.091 hektare. Atas hal ini, sebuah Forum Kolaborasi Pengelolaan KEE dibentuk melibatkan semua lintas sektor dari pemangku kebijakan tingkat provinsi, tingkat kabupaten, pemangku kawasan hutan, perusahaan sekitar kawasan, masyarakat sekitar kawasan hutan dan penggiat lingkungan dan satwa.

"Meskipun hutan Bentang Alam Seblat memiliki pemangku kawasan di bawah Kementrian LHK yang memiliki peran pengawasan dan pengamanan kawasan hutan, hingga dibentuknya wilayah KEE pada kawasan hutan tersebut, namun kerusakan pada hutan Bentang Alam Seblat tidak dapat dihentikan," ucap Egi.

Egi bilang, apabila melihat kondisi Bentang Alam Seblat pada 2000 silam, hutan ini memiliki tutupan hutan alami seluas 317.897,65 hektare, tumbuhan bukan hutan 2.510,04 hektare, Lahan Pertanian 10.450,72 ha, tidak ada vegetasi 104,76 hektare, sungai 20,12 hektare dan kelapa sawit 4.041,89 hektare.

"Data ini memperlihatkan di tahun 2000 seluas 17.107,41 hektare Bentang Alam Seblat dalam kondisi tidak lagi hutan."

Kondisi tutupan lahan Bentang Alam Seblat pada 2000./Gambar: Genesis Bengkulu

Tutupan hutan ini didapatkan melalui analisis spasial yang Genesis Bengkulu lakukan menggunakan data tutupan lahan Map Biomas Indonesia (MBI)

yang merupakan sebuah palatfom yang berisikan klasifikasi dan transisi tutupan lahan Indonesia dalam kurun waktu mulai 2000 hingga 2019. Platfom ini dikembangkan oleh Auriga Nusantara dan Woods & Wayside International, bersama sembilan NGO lokal yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, salah satu timnya adalah Genesis Bengkulu.

Kondisi Bentang Alam Seblat semakin memburuk pada 2019. Tutupan hutan ini berupa hutan alami 288.640,89 hektare, tumbuhan bukan hutan 9.561,51 hektare, lahan pertanian 20.788,85 hektare, tidak ada vegetasi 90,64 hektare, sungai 39,02 hektare dan kelapa sawit 15.904,27 hektare. Artinya dalam 19 tahun, hutan alami telah hilang seluas 29.256,76 hektare. Sehingga terjadi peningkatan luasan tutupan bukan hutan mencapai 46.345,27 hektare.

Kondisi tutupan lahan Bentang Alam Seblat pada 2019./Gambar: Genesis Bengkulu

"Jika kita melihat tutupan pohon hilang per tahun yang terjadi di Bentang Alam Seblat dengan memanfaatkan data Tree Cover Lost Global Forest Watch periode tahun 2001-2022. Telah terjadi kehilangan tutupan pohon di Bentang Alam Seblat seluas 44.961,03 hektare, dengan rata-rata per tahun hilang seluas 2.043,68 hektare atau 5,60 hektare per hari," ungkap Egi.

Hutan alam yang hilang di Bentang Alam Seblat 2001-2022./Gambar: Genesis Bengkulu

Kondisi ini sangat miris dan menghawatirkan bagi keberlangsungan Bentang Alam Seblat. Percepatan kerusakan yang terjadi mengakibatkan rusaknya habitat satwa kunci gajah sumatera dan harimau sumatera, sehingga semakin mendekatkan dua spesies ini dengan pintu kepunahan. Hal ini akan kembali terulang seperti yang dialami oleh badak sumatera yang tidak lagi ditemukan di Bentang Alam Seblat sejak 2005.

Tidak hanya kepunahan satwa yang terjadi. Egi menyebut rusaknya Bentang Alam Seblat semakin mendekatkan masyarakat yang tinggal di bawahnya dengan bencana alam. Data kebencanaan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, rentang 2019-2021 telah terjadi bencana banjir pada Kabupaten Mukomuko sebanyak 34 kali.

Hasil pantauan Konsorsium Bentang Alam Seblat dalam kurun waktu satu tahun terakhir menemukan sebayak 34 titik pembalakan baru yang terjadi di Bentang Alam Seblat pada wilayah konsentrasi konsorsium ini.

Menurut Kordinator Konsorsium Bentang Alam Seblat, Iswadi, berdasarkan hasil pendalaman informasi yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat diketahui seorang berinisiasl RT sering muncul dari mulut warga yang beraktivitas di dalam kawasan hutan. Inisial ini juga ditemukan pada sejumlah batang pohon sebagai penanda “kepemilikan” atas pohon tersebut.

Dalam perannya, RT yang diduga kuat oknum Kantor Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Kabupaten Mukomuko memberikan semacam jaminan kepada orang per orang untuk membuka kawasan hutan dengan alasan kawasan tersebut akan dilepaskan melalui skema pelepasan kawasan hutan yang sekarang ini sedang berlangsung.

Penanggungjawab konsorsium Bentang Alam Seblat, Ali Akbar mempertegas, bahwa ini adalah bentuk dari kejahatan mafia kehutanan dengan tujuan mendapatkan keuntungan dengan cara memperjualbelikan kawasan hutan. Menurut Ali Akbar, mereka harus diproses secara hukum.

Sebuah pohon ditandai dengan inisial R yang diduga merupakan inisial oknum KPHP Kabupaten Mukomuko./Foto: Konsorsium Bentang Alam Seblat

Temuan Konsorsium ini menandakan adanya musuh dalam selimut didalam tubuh DLHK Bengkulu. Sebagai pemangku kawasan yang semestinya menjadi garda terdepan dalam pengawasan dan pengamanan kawasan hutan, anggotanya malah menjadi mafia jual beli kawasan hutan.

Situasi ini mungkin menjadi penyebab tutupan Kawasan Hutan Produksi Kabupaten Mukomuko dengan luasan 79.253,08 hektare, 43 persen atau setara dengan 34.072,74 hektare telah berubah menjadi bukan hutan yang terdiri dari tumbuhan bukan hutan 4.069,46 hektare, lahan pertanian 15.175,83 hektare, tidak ada vegetasi 10,11 hektare dan kelapa sawit 14.827,45 hektare. Sungguh situasi yang menghawatirkan.

Tutupan lahan Kabupaten Mukomuko pada 2019./Gambar: Genesis Bengkulu

Egi melanjutkan, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menyatakan dengan bersama Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Essensial (KEE), berada di garda terdepan dalam pelestarian habitat sekaligus satwa gajah sumatera yang berada di Kawasan Konservasi Bentang Alam Seblat hingga TNKS.

Namun di sisi lain, Gubernur Bengkulu juga mengusulkan seluas 13.334,26 hektare Kawasan Hutan di Bentang Alam Seblat untuk dilakukan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, dari total usulan kepada Kementerian LHK seluas 122.012,09 hektare, yang akan dimasukkan dalam rencana Revisi Tata Ruang Provinsi Bengkulu.

Hutan Bentang Alam Seblat yang diusulkan tersebut terdiri dari TWA Seblat 1.750,72 hektare, HPT Air Ipuh I 1.210,75 hektare, HPT Air Ipuh II 3.633,40 hektare, HPT Air Majunto 528,36 hektare, HPT Lebong Kandis 1.200 hektare, HPK Air Majunto 2.011,03 hektare.

Menurut Egi, situasi ini sangat ambigu. Yang mana satu sisi Gubernur Bengkulu menyatakan dirinya sebagai salah satu garda terdepan dalam penyelamatan Bentang Alam Seblat. Namun di sisi lain, Rohidin mengusulkan hutan Bentang Alam Seblat untuk diusulkan perubahan peruntukan dan penurunan fungsi kawasan hutan.

“Jika seperti ini, keselamatan dan kelestarian Bentang Alam Seblat sebagai habitat terakhir satwa gajah sumatera dan harimau sumatera yang dicita-citakan hanyalah ilusi semata. Jika langkah keselamatan yang digaungkan oleh pemangku kebijakan dan pemangku kawasan hanya sebatas narasi bukan dalam bentuk aksi. Karena dalam menyelamatkan hutan dan satwa butuh aksi nyata, bukan sebatas narasi semata,” tutup Egi.

SHARE