Aparat di Balik Tambang Ilegal Kaltim: Saatnya Polri Berevolusi

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Kamis, 24 November 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Kasus pertambangan ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) jamak terjadi dan sudah seringkali terekspos ke publik, bahkan nyata terlihat. Fenomena tambang ilegal di Kaltim yang melibatkan Ismail Bolong, eks anggota Polri, dianggap hanyalah fenomena gunung es.

Sebab selama ini praktik pertambangan tanpa izin di Kaltim adalah hal yang terus terjadi dan berulang, dan melibatkan aparat kepolisian. Akan tetapi, praktek keterlibatan polisi dalam tambang ilegal tak pernah ada respon.

Fathul Huda dari LBH Samarinda mengatakan, ada keterlibatan oknum tertentu yang membekingi tambang ilegal. Berulangkali LBH Samarinda melaporkan praktek tambang ilegal, tapi laporan sering tidak berprogres.

"Bahkan pernah suatu ketika, ada warga yang melaporkan pertambangan ilegal, malah ada intimidasi dari aparat Polsek Samboja, Kutai Kartanegara. Laporan tambang ilegal yang dilakukan di dekat kampus UIN Samarinda misalnya, tidak ada respons sama sekali dari kepolisian,” ujar Fathul Huda dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu (23/11/2022).

ilustrasi tambang ilegal. (eksplorasi.id)

Berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, saat ini ada sekitar 160 titik tambang ilegal yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Kaltim. Jumlah ini meningkat tajam sejak 2018 yang teridentifikasi hanya 3 titik di Samarinda.

Data ini diperoleh dari laporan masyarakat, liputan media, dan temuan langsung Jatam Kaltim di lapangan. Temuan atas aktivitas pertambangan ilegal itu sudah pernah dilaporkan oleh Jatam, termasuk laporan kepada Presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), namun tak pernah ada penindakan.

Pertambangan ilegal yang terjadi di Kaltim dimulai dari pertambangan koridor, yakni pertambangan yang dilakukan di lokasi tidak berizin, tetapi dihimpit oleh dua lokasi berizin.

Pola penambangan lain yang dilakukan adalah aktivitas penambangan yang dilakukan di atas tambang berizin oleh pihak yang tidak memiliki izin. Pola ketiga yakni pertambangan ilegal yang dilakukan oleh tambang berizin di wilayah yang dilarang oleh undang-undang.

Koordinator Jatam Kaltim, Mareta Sari mengungkapkan, aktivitas pertambangan ilegal di Kaltim ini tidak hanya proses penambangannya, tetapi juga pengangkutan dan penjualan. Proses membeli dan menerima adalah ilegal.

Menurut Mareta, Jatam Kaltim belum bisa memeriksa siapa yang menampung dan membeli batu baranya, tapi Jatam Kaltim sedang mencari tahu. Jatam Nasional sudah pernah menyurati 15 instansi tentang aktivitas pertambangan ilegal, bahkan warga Kaltim sudah pernah melakukan aksi.

"Di Desa Sumbersari dan Dusun Merangan misalnya, masyarakatnya menghadapi masalah aktivitas pengangkutan yang bising, debu, dan jalanan rusak. Tidak hanya aktivitas pertambangan ilegal,” kata Mareta.

Kepala Divisi Hukum Jatam Nasional, Muhammad Jamil berpendapat, aktivitas pertambangan dipastikan menimbulkan daya rusak, baik lingkungan hidup maupun konflik sosial. Itu terlihat dari adanya jenis uang baru, perubahan nama sungai, nama jalan, dan lain sebagainya. Bicara tambang ilegal, dapat dipastikan itu berarti tidak memiliki izin dan dokumen lingkungan hidup.

"Sebagai contoh, dalam pertambangan emas, mereka menggunakan merkuri dan sianida untuk memurnikan, ketika pertambangan dilakukan secara ilegal, sudah pasti mereka tidak memiliki metode dan izin limbah, jadi dibuang begitu saja," urai Jamil.

Sepanjang 2020-2021, Trend Asia menemukan catatan transaksi dugaan ekspor tambang ilegal ke berbagai negara yang dilakukan oleh perusahaan yang menjadi penadah. Aktivitas pertambangan ilegal ini mengakibatkan kerugian negara yang signifikan.

Novita Indri dari Trend Asia menduga, tambang ilegal diekspor ke Korea Selatan, Singapura, dan Vietnam. Meski dirinya belum bisa menyebutkan secara eksplisit, namun disinyalir ada pemain lama dan juga ada dugaan pemain besar yang menjadi penadah.

Di Indonesia, lanjut Novita, ada celah yang seringkali luput, yakni keberadaan surveyor sebelum tambang keluar. Kurangnya penegakan dan transparansi kepada surveyor yang bisa memainkan data atau dokumen.

"Dan kepada negara yang menerima ekspor tambang ilegal, mereka berarti turut merusak lingkungan dan merugikan negara. Ini paket kombo karena para penambang ini setelah mengeruk ditinggal begitu saja, lalu ada potensi kerugian negara karena mengurangi penerimaan negara,” kata Novita.

Masyarakat sipil menganggap Presiden dan kepolisian seharusnya turun tangan atas permasalahan tambang ilegal ini. Keterlibatan aparat dalam pertambangan ilegal merupakan operasi beking dan terorganisir. Masifnya pertambangan ilegal yang ada di Kaltim menunjukkan bahwa negara tidak memiliki kendali atau kontrol terhadap sumber daya alam di Indonesia.

Satrio Manggala, dari Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menganggap, hampir tak ada pertambangan ilegal yang terjadi tanpa keterlibatan aparat penegak hukum. Alasannya karena aktivitas pertambangan ilegal tidak mungkin dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Aktivitas dan pengangkutanya bisa terlihat dengan mata telanjang.

Menurut Satrio, ada tiga pola keterlibatan aparat di pertambangan ilegal, yaitu aparat tutup mata, aparat melakukan beking, atau seperti yang dilakukan Ismail Bolong, menjadi pelaku.

"Tapi jangan sampai ini jadi misleading, aktivitas pertambangan sudah pasti menimbulkan daya rusak, tapi pemerintah jangan sampai kemudian malah memberikan izin bagi penambang ilegal ini,” ungkap Satrio.

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengatakan, temuan ini semakin meyakinkan bahwa keterlibatan aparat di aktivitas pertambangan bukan hanya oknum, tapi terorganisir. Itu terjadi bukan hanya di tingkat lokal, sebab kalau hanya di tingkat lokal yang melanggar, seharusnya ada penindakan di tingkat Polda.

Isnur melanjutkan, keterlibatan aparat kepolisian jangan dianggap hanya sekadar pelanggaran etik, karena ini adalah pidana korupsi. Saat ini polisi sudah kelebihan kekuasaan, harus ada revolusi kepolisian karena aparat negara yang seharusnya mengayomi atau melakukan penegakan hukum, jangan malah melakukan pelanggaran hukum.

"Presiden juga tidak bisa diam saja. Ia harus turun tangan dan harus berani menyatakan perang terhadap penambangan ilegal. Jadi masalah tambang ilegal tidak boleh hanya berhenti pada Ismail Bolong, tetapi ini harus menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus lain,” ujar Isnur.

YLBHI, Jatam Nasional, Jatam Kaltim, LBH Samarinda, Walhi, dan Trend Asia menuntut agar Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana pertambangan ilegal di Kaltim secara serius, terbuka, profesional, dan akuntabel.

Gabungan organisasi masyarakat sipil ini juga meminta KPK dan Kejaksaan Agung untuk mengusut dugaan korupsi tambang ilegal di Kaltim. Begitu juga Kompolnas RI agar mengusut secara serius dan terbuka mengenai keterlibatan perwira polisi yang disebut-sebut dalam pusaran tambang ilegal.

SHARE