Studi: Remaja Sehat Berisiko Derita Aritmia Akibat Polusi Udara

Penulis : Tim Betahita

Lingkungan

Senin, 19 September 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Laporan terbaru mengungkap bahwa remaja yang sehat lebih rentan terhadap detak jantung yang iregular setelah menghirup polusi udara partikulat halus. Studi tersebut merupakan yang pertama meneliti mengenai dampak pencemaran udara pada individu muda. 

Temuan ini telah menimbulkan kekhawatiran di antara peneliti karena aritmia jantung, yang dapat meningkatkan risiko jantung dan kematian akibat serangan jantung, tampaknya dipicu bahkan ketika polusi udara berada dalam batas kualitas udara yang umum. 

Dalam studi tersebut, dokter memantau aktivitas jantung dan udara yang dihirup oleh lebih dari 300 remaja sehat Amerika Serikat selama 24 jam. Mereka menemukan bahwa konsentrasi Partikulat Meter (PM2.5) meningkatkan risiko detak jantung tidak teratur selama dua jam ke depan.  

“Sepengetahuan kami, ini adalah studi pertama yang melaporkan hubungan antara polusi udara PM2.5 dan aritmia jantung di antara remaja yang sehat,” tulis para peneliti dalam Journal Of American Heart Association

Seorang warga anggota Koalisi Ibukota memegang telepon genggam dengan layar bertuliskan "Pencemaran udara sebabkan 1 dari 8 kematian di seluruh dunia". Foto: Koalisi Ibukota

Asap kendaraan dan pembakaran di industri manufaktur dan konstruksi merupakan sumber utama PM2.5, atau partikel yang lebih kecil dari 2,5 mikron. Setelah dihirup, mereka dapat mencapai jauh hingga ke dalam paru-paru dan bahkan pembuluh darah. Di sini polutan tersebut dapat menyebabkan peradangan yang mendorong penyakit.

Para peneliti meneliti dampak polusi udara terhadap 322 remaja berusia sekitar enam hingga 12 tahun, dalam studi Penn State Child Cohort. Para peserta diberi monitor jantung dan perangkat pengambilan sampel udara bergerak untuk dibawa selama 24 jam penuh. Remaja harus tetap memakainya ketika berada di luar atau di dalam, beraktivitas aktif ataupun pasif. 

Monitor menangkap dua jenis aritmia yang dapat membuat orang merasa jantungnya berhenti berdetak. Satu didorong oleh kontraksi prematur dari bilik atas jantung, yang lain oleh kontraksi prematur bilik bawah, atau ventrikel. Meskipun jarang diobati kecuali menimbulkan gejala, kontraksi ventrikel prematur dapat meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, gagal jantung, dan kematian jantung mendadak di kemudian hari. 

Menurut laporan tersebut, risiko kontraksi ventrikel prematur dalam dua jam usai terpapar meningkat 5% untuk setiap 10 mikrogram per meter kubik peningkatan PM2.5. 

Dr Fan He, penulis utama studi dari Penn State College of Medicine, mengatakan bahwa hal ini mengkhawatirkan. Efeknya terlihat bahkan pada tingkat PM2.5 harian rata-rata 17 mikrogram per meter kubik. Di Inggris, tingkat harian rata-rata 35 mikrogram per meter kubik dianggap polusi tingkat rendah. 

Pada hari-hari polusi udara tinggi di Inggris, ratusan orang dilarikan ke rumah sakit untuk perawatan darurat setelah menderita serangan jantung, stroke, dan serangan asma. Namun polusi udara partikulat juga meningkatkan tingkat kanker paru-paru, dengan membangunkan mutasi aktif yang memicu pertumbuhan tumor. Pada 2020, British Heart Foundation memperkirakan lebih dari 160.000 orang dapat meninggal dalam dekade mendatang akibat stroke dan serangan jantung yang terkait dengan polusi udara. 

Menurut Dr He, standar kualitas udara yang lebih baik akan meningkatkan kesehatan jantung pada populasi umum dan mengurangi beban kondisi kronis lainnya seperti kanker dan penyakit paru-paru.

Namun, absennya peningkatan kualitas udara memaksa orang-orang untuk melakukan tindakan pencegahan secara individu, terutama saat polusi udara sedang parah. 

“Mengenakan masker wajah dan menghindari aktivitas fisik yang berat pada hari-hari yang sangat tercemar dan pada jam-jam sibuk mengurangi jumlah paparan polusi udara dan meminimalkan risiko kesehatan terkait,” kata Dr He. 

SHARE