Studi: Penangkapan dan Penyimpan Karbon (CCS) Bukan Solusi Iklim

Penulis : Tim Betahita

Perubahan Iklim

Senin, 05 September 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Skema penangkapan dan penyimpanan karbon, atau carbon capture and storage (CCS), yang menjadi bagian utama dari rencana net zero banyak pemerintah di dunia dinilai “bukan solusi iklim”. Hal itu diungkapkan peneliti dalam laporan terbaru yang menilai teknologi tersebut. 

Para peneliti dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) menemukan margin yang besar mengenai angka keberhasilan penggunaan teknologi tersebut. Proyek penangkapan yang berkinerja jauh buruh jauh lebih banyak ketimbang yang berhasil. 

Dari 13 proyek yang diperiksa untuk penelitian ini - terhitung sekitar 55% dari kapasitas operasional dunia saat ini - tujuh berkinerja buruk, dua gagal, dan satu terhenti, menurut temuan laporan tersebut.

“Banyak badan internasional dan pemerintah nasional mengandalkan penangkapan karbon di sektor bahan bakar fosil untuk mencapai nol bersih, dan itu tidak akan berhasil,” kata Bruce Robertson, penulis laporan IEEFA. 

Seorang perempuan muda melakukan aksi teatrikal dalam aksi damai mengenai krisis iklim dan peran perbankan mendanai industri batu bara di Jakarta, awal Maret 2022. Foto: Istimewa

Menurut International Energy Agency (IEA), secara global kapasitas tahunan CCS harus mencapai 1,6 miliar ton karbon dioksida (CO2) setiap tahun pada 2030, untuk menyelaraskan dengan tujuan net zero pada 2050. 

Laporan IEEFA mengatakan bahwa meskipun penangkapan dan penyimpanan karbon adalah teknologi berusia 50 tahun, hasilnya bervariasi. Sebagian besar proyek CCS menggunakan kembali gas yang ditangkap dengan memompanya ke ladang minyak yang berkurang untuk membantu memeras tetes terakhir.

Proses yang disebut dengan “Enhanced oil recovery” (EOR) ini menyumbang sekitar 73% dari CO2 yang ditangkap secara global setiap tahun, dalam beberapa tahun terakhir, menurut laporan tersebut. Sekitar 28 juta ton dari 39 juta ton yang ditangkap secara global, menurut perkiraan, disuntikkan kembali dan diasingkan di ladang minyak untuk mendorong lebih banyak minyak keluar dari tanah.

“EOR sendiri menyebabkan emisi CO2 baik secara langsung maupun tidak langsung,” kata laporan itu. “Dampak langsungnya adalah emisi dari bahan bakar yang digunakan untuk mengompresi dan memompa CO2 jauh ke dalam tanah. Dampak tidak langsungnya adalah emisi dari pembakaran hidrokarbon yang sekarang bisa keluar tanpa EOR.”

Tantangan selanjutnya adalah menemukan tempat penyimpanan yang cocok untuk penyerapan karbon, di mana gas tidak hanya akan digunakan untuk mendorong lebih banyak minyak. Menurut laporan itu, CO2 yang terperangkap akan membutuhkan pemantauan selama berabad-abad untuk memastikannya tidak bocor ke atmosfer, sehingga meningkatkan risiko tanggung jawab yang diserahkan kepada publik, bertahun-tahun setelah kepentingan perusahaan mendulang profit. 

Risikonya, teknologi CCS akan digunakan untuk memperpanjang umur infrastruktur bahan bakar fosil jauh melewati titik potong untuk mempertahankan karbon atmosfer pada tingkat yang meminimalisir level katastrofi, tulis laporan tersebut.

“Meskipun [ada] beberapa indikasi [teknologi CCS] mungkin memiliki peran untuk dimainkan di sektor-sektor yang sulit dikurangi seperti semen, pupuk dan baja, hasil keseluruhan menunjukkan kerangka keuangan, teknis dan pengurangan emisi yang terus melebih-lebihkan dan berkinerja buruk,” kata Robertson.

Namun, dia menambahkan: “Sebagai solusi untuk mengatasi peningkatan emisi bencana dalam kerangka kerja saat ini, CCS bukanlah solusi iklim.”

 

Guardian

SHARE