Nahas Nasib Buruh Migran di Negeri Jiran

Penulis : Kennial Laia

HAM

Kamis, 30 Juni 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Setidaknya 149 buruh migran Indonesia meninggal dunia saat berada di dalam tahanan deportasi di Sabah, Malaysia, selama 1,5 tahun terakhir. Menurut tim pencari fakta Koalisi Buruh Migran Berdaulat, hal itu disebabkan oleh kondisi tahanan yang buruk dan penyiksaan. 

Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) melakukan pemantauan kondisi buruh migran asal Indonesia dan keluarganya yang dideportasi dari lima pusat tahanan imigrasi di Sabah, Malaysia, ke Nunukan, Kalimantan Utara. Koalisi melakukan wawancara terhadap hampir 100 deportan di rumah susun yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Nunukan. 

Para buruh migran tersebut mengaku tidak mendapatkan perlakuan layak selama berada di lima tahanan imigrasi negeri jiran tersebut. Keluhan yang didapatkan antara lain kesulitan akses kesehatan dan obat-obatan, tahanan yang kotor dan tanpa alas tidur, serta makanan yang tidak memadai dan terkadang basi. 

“Temuan yang paling mengerikan adalah tingginya angka kematian di dalam pusat tahanan imigrasi yang dialami oleh buruh migran asal Indonesia dan keluarganya. Kasus kematian terjadi secara terus menerus di lima depot tahanan imigrasi di Sabah,” jelas Koalisi, melalui keterangan tertulis.  

Dok migranberdaulat.org

Data yang didapatkan dari Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta menunjukkan, jumlah warga negara Indonesia yang meninggal di seluruh pusat tahanan imigrasi di Sabah pada 2021 sebanyak 101 jiwa. Kemudian selama Januari - Juni 2022 sebanyak 48 orang. Artinya dalam 1,5 tahun, terdapat 149 yang meninggal. 

“Jumlah ini menunjukkan betapa tragisnya peristiwa kematian yang terjadi di bawah otoritas Depot Tahanan Imigrasi di Sabah.”

Koalisi Buruh Migran Berdaulat mengatakan, sebagian besar peristiwa kematian di dalam pusat tahanan imigrasi seharusnya bisa dicegah. Pihaknya menuduh seluruh Depot Tahanan Imigrasi “dengan sengaja dan terus menerus tidak memenuhi standar kesehatan yang semestinya. 

“Hal ini hanya bisa dicegah jika kondisi buruk di dalam pusat tahanan imigrasi diperbaiki, berbagai pelanggaran standar dan prinsip kesehatan dikoreksi dan berbagai perlakuan tidak manusiawi dihentikan.”

Menurut Koalisi tersebut, pekerja migran yang diwawancarai mengaku tidak mendapatkan perlakukan yang layak selama berada dalam tahanan. Ketika sakit, mereka tidak mendapatkan akses pada tenaga kesehatan maupun obat-obatan yang sesuai keluhan penyakit. 

Salah satunya dialami Aris bin Saing (40 tahun), warga Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang meninggal pada September 2021. Pria tersebut bekerja di perkebunan kelapa sawit di Lahad Datu, Sabah. Aris ditangkap bersama dua anaknya (9 dan 6 tahun) di atas sebuah truk pengangkut buah sawit saat hendak menyeberang perbatasan dari Sabah dan Nunukan pada Maret 2021.

Selama delapan bulan, Aris bersama anak-anaknya mendekam di Tawau, salah satu tahanan imigrasi di Sabah. Aris sering pingsan dan dalam kondisi lemah. Pada 25 September 2021, dia kembali pingsan dan akhirnya dibawa ke rumah sakit. Dua jam kemudian Aris dinyatakan meninggal.

Abu Mufakhir, anggota tim pencari fakta Koalisi Buruh Migran Berdaulat, mengatakan kasus lainnya menyangkut seorang tahanan bernama Nathan (40 tahun) yang meninggal pada Maret 2022. Nathan adalah seorang tunawicara dan mengidap down syndrome. Dia ditahan di blok karantina Tawau. 

Menurut Abu, kesehatan Nathan terus memburuk saat ditahan pihak Malaysia. Kondisi tersebut berulang kali dilaporkan kepada petugas. Namun Nathan hanya diberi obat parasetamol. 

Abu mengatakan, Nathan dibawa ke rumah sakit ketika kondisinya sangat buruk dan hampir tidak bisa bergerak. Pada hari yang sama dibawa ke rumah sakit, Nathan meninggal dunia. Ini hanya satu contoh kasus pengabaian kondisi kesehatan buruh selama berada dalam tahanan. 

“Kami menyimpulkan, seluruh depot tahanan imigrasi di Sabah dengan sengaja menelantarkan tahanan yang sakit dan tidak menyediakan pelayanan kesehatan tepat waktu,” kata Abu kepada media dalam diskusi daring, Sabtu, 25 Juni. 

Abu mengatakan, para tahanan juga mengalami penyiksaan. Buruh yang ditangkap pihak imigrasi dengan pelanggaran keimigrasian mendapatkan hukuman cambuk rotan bagi laki-laki berusia antara 19 dan 50 tahun. Koalisi menemukan, beberapa tahanan yang tak kuat menahan sakit jatuh pingsan pada cambukan pertama. Petugas kemudian menyiram air agar sadar untuk melanjutkan hukuman cambukan.

Temuan lainnya adalah banyak tahanan yang harus mendekam di penjara lebih lama dari vonis yang diberikan. Selain itu, ada anak-anak yang terus ditahan meskipun orang tuanya sudah meninggal di dalam tahanan tersebut, yakni anak-anak Aris bin Saing.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan, pemerintah memandang serius adanya 149 pekerja migran Indonesia yang meninggal di pusat tahanan imigrasi Malaysia, seperti dilaporkan Koalisi Buruh Migran Berdaulat.

Menurut Teuku, pemerintah akan menindaklanjuti laporan melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kota Kinabalu dan Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau akan menindaklanjuti laporan tersebut dengan otoritas setempat.

“Kementerian Luar Negeri memandang serius laporan tersebut dan akan berkoordinasi serta menindaklanjuti dengan otoritas terkait di Sabah melalui KJRI Kota Kinabalu dan Konsulat RI di Tawau,” kata Faizasyah dikutip Kompas.com, Selasa, 28 Juni.

Faizasyah bilang, Kementerian Luar Negeri telah meminta data detail kepada Koalisi Buruh Migran Berdaulat. Khususnya terkait warga negara Indonesia yang dinyatakan meninggal di dalam tahanan imigrasi serta deportan yang disebut mengalami penganiayaan.

KJRI Kota Kinabalu dan KRI Tawau di Sabah akan bertemu dengan Pengarah Jabatan Imigresen Negeri Sabah untuk membahas laporan tersebut. "Pertemuan dimaksudkan untuk meminta keterangan dan kejelasan atas hal-hal yang dilaporkan KBMB, sebagai bagian dari upaya Pemerintah Indonesia melindungi WNI/PMI di wilayah Sabah," jelas Faizasyah.

SHARE