Hengkangnya Jepang dari PLTU Indramayu, Dianggap Kemenangan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

PLTU

Senin, 27 Juni 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Keputusan Pemerintah Jepang yang menarik diri dari pendanaan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu 2 mendapat tanggapan positif dari warga terdampak. Warga menganggap hengkangnya Jepang itu adalah sebuah kemenangan.

Setidaknya begitulah yang dirasakan warga Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Jabar). Mereka anggap kemenangan, karena warga desa yang tergabung dalam Jaringan Tanpa Asap Indramayu (Jatayu) itu sudah sejak 2015 lalu melakukan berbagai upaya mengekspresikan penolakan pembangunan PLTU batu bara berkapasitas 1000 megawatt (MW) ini.

"Saya mewakili warga Desa Mekarsari mengucapkan terima kasih yang sangat tulus kepada seluruh jaringan di nasional dan Dunia atas kerja samanya mewujudkan cita-cita kami sehingga terkabul. Perjuangan kita tidak sia-sia Apa yang selalu kami doakan dan perjuangan, baik di kota dan kampung akhirnya mendapatkan kebahagiaan yang luar biasa, ini berkah dari Allah SWT," ujar Rodi, warga Desa Mekarsari, dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (24/6/2022).

Lebih lanjut Rodi berujar, perjuangan warga menolak kehadiran PLTU Indramayu 2 ini tidak akan pernah usai, sebab menurutnya hidup butuh tanggung jawab. Rodi menyebut Jatayu tidak akan pernah suram dan akan tetap berdiri, karena ini akan berlanjut sampai ke anak cucu.

Tampak dari ketinggian PLTU Indramayu 1 berkapasitas 3x300 MW. Sementara itu, Jepang memutuskan untuk berhenti memberikan pinjaman dana untuk pembangunan PLTU Indramayu 2 berkapasitas 1.000 MW./Foto: PLN

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar, Meiki W. Paendong mengatakan, Pemerintah Jepang sebelumnya sudah menyatakan komitmen untuk mengurangi kontribusi emisi karbon baik di Negara mereka sendiri dan di belahan Dunia lainnya. Namun komitmen itu harus benar-benar dibuktikan, dengan mendesak lembaga perbankan Jepang untuk mengikuti sikap yang sama dengan pemerintah, dengan tidak lagi mendanai semua proyek PLTU dan energi fosil lain di Indonesia.

"Karena masih ada beberapa perbankan Jepang yang masih mengirimkan kredit pendanaan ke proyek-proyek PLTU yang dioperasikan oleh swasta, seperti di PLTU Cirebon 1x1000 MW. Beberapa di antaranya adalah Bank JBIC, SMBC, MUFG, dan Mizuho," ungkap Meiki.

Dampak PLTU bagi Warga dan Lingkungan

Meiki mengungkapkan, meskipun belum dibangun, dampak proyek PLTU itu saat ini telah dirasakan warga. Dampak tersebut salah satunya adalah alih fungsi lahan pertanian sawah. Meiki menjelaskan, sejak beberapa tahun lalu para pemilik lahan sawah di Desa Mekarsari sudah banyak yang memilih menjual lahan sawah produktif mereka kepada pihak PLTU. Akibatnya banyak warga desa yang sebelumnya berprofesi sebagai buruh tani, kini menjadi kehilangan pekerjaan.

"Otomatis buruh-buruh ini tidak lagi disewa, karena lahannya sudah dijual ke PLN. Buruh-buruh tani ini menganggur dan ini sudah terjadi. Karena lahan sudah dijual. Walaupun beberapa tahun terakhir buruh tani ramai-ramai menggarap lahan yang menjadi lokasi tapak PLTU, karena terdesak," terang Meiki, Minggu (26/6/2022).

Proyek PLTU ini tidak hanya mengubah kondisi sosial dan ekonomi warga desa, namun juga telah memunculkan budaya premanisme di desa. Menurut Meiki, para pemuda di desa-desa terdampak itu saat ini saling berebut penguasaan jalur akses masuk PLTU. Yang mana dengan menguasai jalan akses masuk PLTU, mereka berharap dapat menarik pungutan terhadap setiap kendaraan yang masuk ke PLTU.

Kemudian, seperti yang terjadi pada banyak kasus, kehadiran PLTU tentu juga membawa dampak lingkungan yang luar biasa gawat. Pencemaran atau polusi udara misalnya. Meiki menjelaskan, desa-desa yang berada dekat dengan lokasi PLTU, seperti Desa Mekarsari, Desa Sumuradem, Desa Patrol Lor, Desa Tegal Taman dan Desa Ujung Gebang, diperkirakan masuk dalam radius sebaran asap yang dihasilkan apabila PLTU batu bara itu beroperasi.

"Belum lagi sebaran fly ash yang terbang dan hinggap di pekarangan warga dan sawah produktif. Nah ini yang berani kami klaim, akan terjadi pencemaran. Karena debu-debu sisa pembakaran yang ditimbun secara terbuka akan tertiup angin ke kawasan pemukiman dan sawah produktif."

Bercermin dari kasus PLTU Indramayu 1, lanjut Meiki, keberadaan PLTU Indramayu 2 juga akan mengakibatkan terjadinya perubahan temperatur lingkungan. Menurut Meiki, warga sekitar PLTU Indramayu 1 mengaku telah merasa suhu di desanya lebih panas dari biasanya. Hitung pula polusi suara yang dihasilkan bisingnya suara turbin PLTU yang cukup mengganggu.

Upaya Penolakan PLTU Indramayu 2 oleh Warga sejak 2015

Meiki bilang, Walhi Jabar sudah sejak lama mendampingi warga Desa Mekarsari dan merekam berbagai gerakan warga dalam upaya menolak proyek PLTU Indramayu 2. Meiki menjelaskan, gerakan warga yang tergabung dalam Jatayu ini sudah dilakukan sejak 2015 silam. Sejak itu warga menghimpun diri untuk melakukan gerakan-gerakan penolakan, berupa aksi-aksi damai penyampaian aspirasi, baik di tingkat lokal kabupaten, provinsi maupun nasional.

"Di level provinsi, salah satunya dengan melakukan aksi di depan kantor PT Pembangkit Jawa Bali (PJB), anak usaha PT PLN yang merupakan pelaksana proyek PLTU Indramayu 2."

Di level nasional, selain aksi di depan Istana Presiden dan audiensi dengan Kepala Kantor Staf Kepresidenan, warga juga pernah menyampaikan pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomnasHAM), sebab kala itu ada upaya kriminalisasi yang menimpa warga, yang disinyalir merupakan salah satu upaya melemahkan gerakan perlawanan warga. Kriminalisasi dimaksud adalah tuduhan penghinaan terhadap lambang negara, berupa membalik Bendera Merah Putih. Padahal menurut Meiki, tuduhan itu tidaklah benar.

Perjuangan warga Indramayu menolak PLTU Indramayu 2 juga dilakukan dengan penyampaian surat kepada Kedutaan Jepang di Jakarta. Dalam surat itu, selain menyampaikan keberatan atau ketidaksetujuan proyek PLTU, warga juga memohon agar Pemerintah Jepang mempertimbangkan kembali keterlibatannya dalam pendanaan proyek tersebut, disertai dengan berbagai alasan dampak lingkungan dan juga dampak sosial dan ekonomi yang terjadi.

"Kami mendampingi bersama kawan-kawan internasional, Friends of The Earth Jepang, membawa beberapa perwakilan warga terkena dampak menyampaikan secara langsung kepada Kementerian Keuangan Jepang. Karena JICA (Japan International Cooperation Agency) inikan di bawah Kementerian Keuangan Jepang ya. Lalu ke pihak-pihak terkait," kata Meiki.

Di Jepang Walhi bersama warga terdampak PLTU Indramayu 2 juga menggelar diskusi publik dan seminar. Itu dilakukan agar warga Jepang mengetahui bahwa pajak yang dipungut dari tiap warga oleh Pemerintah Jepang digunakan untuk pembiayaan energi kotor yang berdampak lingkungan dan sosial ekonomi warga Indonesia.

"Warga juga melakukan gugatan lingkungan, yang sebenarnya membuahkan hasil, waktu itu Izin Lingkungan PLTU Indramayu 1x1000 MW itu dianggap cacat secara hukum. Memang kemenangan itu hanya sesaat, karena pihak PLN melakukan Banding, dan upaya Banding itu dimenangkan hakim," terang Meiki.

SHARE