Krisis Iklim: Penyandang Disabilitas Diabaikan Secara Sistematis

Penulis : Tim Betahita

Perubahan Iklim

Sabtu, 18 Juni 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Studi terbaru mengungkap bahwa penyandang disabilitas diabaikan secara sistematis oleh pemerintah di seluruh dunia terkait krisis iklim. Meskipun mereka sangat berisiko terkena dampak cuaca ekstrem.

Menurut penelitian tersebut, hanya beberapa negara yang membuat ketentuan untuk kebutuhan disabilitas dalam rencana adaptasi dengan dampak kerusakan iklim. Sementara itu tidak ada negara yang menyebutkan penyandang disabilitas dalam program untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

Laporan berjudul “Disability Inclusion in National Climate Commitments and Policies” itu merupakan tinjauan komprehensif yang pertama kali meneliti mengenai penyandang disabilitas dan dampak krisis iklim. Laporan terbit Jumat, 10 Juni 2022.

Sébastien Jodoin, profesor di McGill University, Kanada, dan penulis pendamping laporan tersebut mengatakan, kebutuhan penyandang disabilitas diabaikan ketika bicara krisis iklim.

Ilustrasi gelombang panas ekstrem. Foto: iStock

"Saya sangat kecewa dengan temuan kami," katanya kepada Guardian. “Negara belum mempertimbangkan bagaimana penyandang disabilitas dapat dimasukkan dalam rencana iklim. Mereka telah diabaikan secara sistematis.”

Ironisnya, penyandang disabilitas termasuk yang paling rentan terhadap dampak iklim. Sebagian karena sifat disabilitas mereka dan juga karena kerugian sosial yang sering menyertainya. “Ini adalah beberapa orang yang paling terpinggirkan dalam masyarakat kita,” kata Jodoin. “Mereka cenderung lebih miskin, dan memiliki lebih sedikit sumber daya.”

Menurut Jodoin, penyandang disabilitas telah menghadapi bahaya dari krisis iklim. Misalnya, ketika Badai Katrina melanda Amerika Serikat pada 2005, banyak orang yang menggunakan kursi roda terdampar karena tidak ada rencana untuk evakuasi mereka dan mereka tidak dapat menggunakan kendaraan karena tidak sesuai dengan kondisinya.

Para peneliti di Universitas McGill meneliti komitmen dan kebijakan iklim terperinci, yang dikenal sebagai kontribusi yang ditentukan secara nasional (NDC), yang harus diserahkan oleh negara-negara di bawah perjanjian Paris 2015, yang berisi persyaratan bagi penyandang disabilitas untuk dipertimbangkan. Mereka juga menyisir rencana domestik negara-negara untuk beradaptasi dengan dampak krisis iklim.

Mereka menemukan hanya 35 dari 192 negara dalam perjanjian Paris yang merujuk penyandang disabilitas di NDC mereka, dan hanya 45 negara yang merujuk penyandang disabilitas dalam kebijakan atau program nasional untuk adaptasi.

Negara-negara ekonomi utama termasuk Amerika Serikat, Inggris, Tiongkok, dan Jepang sama sekali gagal memasukkan pengakuan tersebut. Sementara itu beberapa negara – termasuk Jerman, Spanyol, dan Korea Selatan – memasukkan referensi dalam rencana adaptasi mereka. Hanya segelintir negara, termasuk Zimbabwe, Meksiko, dan Panama, yang melakukan keduanya.

Namun, sebagian besar negara yang memasukkan referensi khusus untuk penyandang disabilitas melakukannya “secara sepintas, tanpa memasukkan mekanisme yang berarti untuk berkonsultasi dengan penyandang disabilitas, atau memastikan hak mereka dihormati”, menurut laporan tersebut.

Negara-negara berkembang cenderung berkinerja lebih baik daripada negara kaya, menurut laporan tersebut. Dari 35 negara yang menyebutkan penyandang disabilitas dalam NDC mereka, hanya satu – Kanada – yang merupakan negara maju, dan dari 45 negara yang menyebutkan penyandang disabilitas dalam rencana adaptasi mereka, hanya 15 yang merupakan negara maju. Kebanyakan dari mereka adalah negara anggota UE.

Orang yang menggunakan kursi roda termasuk di antara yang paling rentan terhadap krisis iklim, tetapi beberapa faktor risiko bagi penyandang disabilitas tidak begitu terlihat. Misalnya, orang yang hidup dengan skizofrenia cenderung menunjukkan tingkat kematian sebanyak 50 kali lebih tinggi daripada populasi umum ketika gelombang panas melanda. Itu karena pengobatan mereka membuat mereka lebih sensitif terhadap perubahan suhu.

Orang-orang seperti itu dapat memperoleh manfaat dari kesadaran yang lebih baik tentang masalah dan langkah-langkah untuk mendinginkan rumah mereka, tetapi itu hanya mungkin terjadi jika negara-negara mengadopsi pendekatan yang lebih terpadu.

Laporan tersebut mengatakan, pemerintah harus menyusun ulang kebijakan mereka untuk mempertimbangkan kebutuhan penyandang disabilitas. Misalnya, Jodoin mengatakan sistem peringatan dini untuk badai dan cuaca ekstrem harus diuji untuk memastikan orang dengan kesulitan pendengaran atau komunikasi dapat diperingatkan dengan cara yang tepat. Banyak langkah-langkah seperti itu sederhana untuk diterapkan, tetapi beberapa akan membutuhkan dana tambahan, katanya.

Guardian

SHARE