Masyarakat Kuri Minta Tanggung Jawab Penyerobotan Tanah Sakral

Penulis : Aryo Bhawono

Masyarakat Adat

Senin, 30 Mei 2022

Editor : Kennial Laia

BETAHITA.ID -  Masyarakat adat Kuri di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat meminta PT Wijaya Sentosa segera menyelesaikan masalah penyerobotan hutan sakral mereka. Sebelumnya hutan sakral milik masyarakat adat Kuri di kawasan hutan Dusner, Distrik Kuri Wamesa diserobot oleh para pekerja PT Wijaya Sentosa untuk membuat jalan penebangan kayu di areal konsesi Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam PT Wijaya Sentosa. 

Tokoh masyarakat adat Kuri, Sander Werbete mengaku telah mendapatkan kesanggupan PT Wijaya Sentosa untuk mempertanggungjawabkan penyerobotan hutan sakral itu. Namun hingga masyarakat adat Kuri dan manajemen PT Wijaya Sentosa belum mencapai kata sepakat wujud pertanggungjawaban tersebut. 

“Belum ada titik terang (antara) kami di sini dengan perusahaan,” kata Werbete seperti dikutip Jubi pada Jumat (27/5/2022).

Masyarakat adat Kuri telah menyiapkan tuntutan yang akan diserahkan kepada pihak perusahaan. Mereka meminta pembayaran denda sesuai sanksi hukum adat, namun Werbete tidak menyebutkan nilai denda yang diminta. 

Masyarakat Adat Marga Werbete memasang palang di tengah jalan pengangkut logging PT Wijaya Sentosa./Foto: Istimewa

“Kami mau perusahaan bayar sesuai sanksi adat,” ucap dia.

Masyarakat adat Kuri juga telah menyurati Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) Provinsi Papua Barat. Mereka meminta Dinas KLH Papua Barat memfasilitasi pertemuan antara masyarakat adat dan manajemen PT Wijaya Sentosa. 

Jika manajemen PT Wijaya Sentosa tidak menunjukkan itikad baiknya untuk membayar denda adat itu, Werbete menyatakan pihaknya akan membawa urusan ini ke ranah hukum. “Kami mau ada pertemuan dulu antara masyarakat adat dengan perusahaan. Kalau tidak ada respon, kita bicara sesuai aturan yang ada,” katanya. 

Kepala Humas PT Wijaya Sentosa, Marto, belum membalas permintaan konfirmasi atas masalah ini. 

Sebelumnya, pada 17 Mei 2022, Marto menyampaikan pihaknya melakukan kesalahan karena telah menyerobot hutan sakral masyarakat adat Kuri. Namun para pekerja tidak mengambil kayu di dalam hutan sakral itu, hanya membuka jalan guna melakukan penebangan di area konsesi milik perusahaan. 

“Fakta di lapangan memang ada kesalahan, sesuai dengan apa yang masyarakat sampaikan. Kami memang harus mengakui demikian, bahwa operator tidak melihat batas yang dipasang, dan kami sudah tegur operatornya,” kata Marto kala itu. 

PT Wijaya Sentosa memiliki Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA, dulu disebut Hak Pengusahaan Hutan atau HPH) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.33/Menhut-II/2013 tertanggal 15 Januari 2013. Luas konsesi PT Wijaya Sentosa itu mencapai 130.755 hektare, dan merupakan bekas konsesi HPH PT Wapoga Mutiara Timber Unit-I Teluk Wondama.

SHARE