Papua Barat: Situs Sejarah Orang Kuri Hancur oleh Perusahaan Kayu

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Selasa, 17 Mei 2022

Editor :

BETAHITA.ID - Salah satu situs sejarah orang Kuri yang dinamakan Kabung Fefrase atau Telaga Awan telah hancur akibat adanya aktivitas penebangan kayu PT Wijaya Sentosa (PT WS). Kayu bulat dengan ukuran bervariasi telah ditebang dari tempat keramat ini sejak 14 Mei 2022. Kabung Fefrase merupakan telaga yang diyakini oleh orang Kuri adalah tempat bersejarah dimana terdapat satu rumpun sagu di tengah telaga.

"Sagu itu tidak tinggi, tidak besar, hanya begitu saja, hanya satu pohon itu saja," ujar Yordan Werfete, tokoh Marga Werfete yang hadir membantu keluarga Masyarakat Adat Marga Werbete di Bintuni, melalui pernyataan tertulis yang diterima, Senin (16/5/2022).

Sander Werbete sebagai pemuda adat kuri sekaligus anak sulung dari Bapak Yakob Werbete (Petuanan Marga Werbete) menyampaikan, Kabung Fefrase sejak dulu diyakini moyang masyarakat adat sebagai telaga yang berpindah pindah, sehingga lokasi telaga tersebut sulit dicari. Oleh karena itu mereka meyakini bahwa tempat tersebut merupakan tempat sakral masyarakat.

Pada 16 Mei 2022, komunitas masyarakat adat dari Marga Werbete beserta perwakilan keluarga dari marga lain yang berada di wilayah adat Kuri melakukan pemasangan palang di wilayah tempat sejarah Kabung Fefrase.

Situs sejarah Orang Kuri yang hancur oleh aktivitas penebangan kayu PT Wijaya Sentosa./Foto: Istimewa

Beberapa saat sebelum pemasangan palang terjadi, masyarakat adat menemukan karyawan PT WS sedang melakukan aktivitas penebangan pada wilayah yang dianggap sakral tersebut. Pada saat pemasangan palang berlangsung, Sander Werfete menyampaikan alasan pemalangan adalah komitmen PT WS yang mereka tulis (komitmen perlindungan kawasan Nilai Konservasi Tinggi atau NKT) ternyata tidak sesuai dengan apa yang dikerjakan makanya kami sebagai Petuanan bertindak sesuai aturan adat yang berlaku.

Semua imbas ini tetap akan kena kepada Dinas Kehutanan dan perusahaan karena kami duga bahwa kontrak kerja antara kehutanan dan perusahaan itu menipu kami masyarakat, maka itu kami memalang untuk hak hak yang perusahaan dan Dinas Kehutanan gelapkan secara aturan maka perusahaan dengan Dinas Kehutanan harus diselesaikan.

"Saya ikut bersama perusahaan untuk melakukan pengecetan wilayah sakral (tata batas) di Kabung Fefrase dan kami sudah menandai batas tersebut, tapi saat ini perusahaan PT WS telah melanggar batas tersebut dengan menebang dan membuat jalan logging di dalam wilayah yang kami anggap keramat," ujar Niklas Werfete, Pemuda adat Kuri.

Masyarakat Adat Marga Werbete memasang palang di tengah jalan pengangkut logging PT Wijaya Sentosa./Foto: Istimewa

Perempuan adat Kuri, Magdalena Riensawa dan Ana Riensawa yang tinggal di Kampung Wagen (wilayah penebangan PT WS) turut merasakan dampak akibat hadirnya aktivitas perusahaan PT WS. Menurut mereka, air sungai yang dulunya jernih kini menjadi keruh sejak hutan ditebangi oleh perusahaan. Bahkan untuk sekedar memancing ikan di kali itupun kini jarang mendapatkan hasil.

"Sebelum perusahan masuk itu kalau kitong balobe itu pasti dapat (ikan), sekarang ini hujan sedikit kabur tra bisa dapat karena banyak jalan doser. Tra bisa pake air kali juga untuk masak hanya pake air hujan saja karena air kabur. Macam di kali kasar itu hujan sedikit, air kali macam warna tanah begitu jadi tra bisa pake untuk masak," ungkap Magdalena Riensawa.

Perwakilan masyarakat adat dari Marga Werbete dan keluarga meminta pihak Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan PT WS menginisiasi pertemuan dengan mengundang perwakilan Masyarakat Adat Marga Werbete.

"Saya meneruskan aspirasi dari keluarga Masyarakat Adat Marga Werbete, mereka meminta tempat pertemuan tidak dilakukan di lokasi perusahaan PT WS, kami minta tempat yang netral seperti di Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat di Manokwari agar proses pertemuan dapat berjalan dengan baik," kata Roy Masyewi, pemuda adat berdarah Kuri.

Selain itu terkait waktu pertemuan, masyarakat mengusulkan untuk dapat dilakukan pertemuan pada pekan ini. Karena masyarakat menyampaikan, palang tidak bisa dibuka jika tidak ada pertemuan.

Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan PT WS diharapkan mengeluarkan undangan resmi dan tertulis kepada masyarakat di kampung. Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan PT WS juga diharapkan dapat mendukung biaya kepada masyarakat untuk sampai di Manokwari, dalam rangka pertemuan.

Namun biaya tersebut harus diberikan kepada masyarakat dan membiarkan masyarakat yang membayarkan sendiri kebutuhannya, seperti pembayaran transportasi dan penginapan di Manokwari. Ini bertujuan untuk menjaga netralitas. Karena dalam forum pertemuan, masyarakat kerap kali kalah karena perusahaan yang memfasilitasi secara langsung kebutuhan masyarakat bukan masyarakat yang dipercayakan.

SHARE