Dengar Cerita Buka Sasi Para Mama di Raja Ampat

Penulis : Kennial Laia

Konservasi

Senin, 21 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Pada tanggal 6 - 10 Maret lalu, Kelompok Perempuan Waifuna di Kampung Kapatcol, Distrik Misool Barat, Raja Ampat, Papua Barat, melaksanakan acara buka sasi laut. Wilayah sasi tersebut dibuka setelah ditutup selama satu tahun.

Sasi merupakan salah satu praktik adat untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan yang masih diterapkan hingga hari ini di wilayah Maluku dan Papua. Menurut Bird’s Head Seascape Manager Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Lukas Rumetna, hal tersebut adalah mekanisme adat untuk mengatur pengelolaan sumber daya alam, di darat maupun di laut, dalam jangka waktu tertentu. 

“Selama sasi berlaku, tidak ada yang boleh mengambil sumber daya di dalam wilayah yang sedang dilakukan sasi hingga tiba waktunya dibuka,” terang Lukas.

Secara tradisi, wilayah sasi biasanya dikelola oleh kaum laki-laki. Namun, di Kampung Kapatcol, wilayah sasi dikelola oleh perempuan. Hak kepemilikan perempuan ini diakui sepenuhnya oleh pemerintah kampung, gereja, dan pemegang adat.

Salah satu anggota Kelompok Perempuan Waifuna sedang menyelam bebas untuk mengambil teripang pada masa buka sasi di Kampung Kapatcol, Raja Ampat, Papua Barat. Foto: Awaludinnoer/YKAN

Ketua Kelompok Waifuna Almina Kacili menyebut aktivitas tersebut sebagai bagian dari menjaga kelestarian alam.

“Perempuan juga harus berada di garis depan dalam menjaga kelestarian alam. Hal lain yang tak kalah penting adalah dengan menanamkan prinsip-prinsip  pelestarian alam di lingkungan keluarga,” kata Almina.

Menurut Almina, kelompok yang dia pimpin mendapat pendampingan pengelolaan sasi berkelanjutan, berlandaskan sains, melalui kemitraan dengan YKAN. Salah satunya dengan mengembangkan kesepakatan sasi berdasarkan hasil monitoring populasi teripang dan lobster.  Kesepakatan sasi harus dipatuhi anggota kelompok. Misalnya, anggota hanya boleh mengambil biota yang sudah dewasa dan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.

Hasil penjualan dari buka sasi tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan keagamaan, sosial-kemasyarakatan, dan tabungan pendidikan bagi warga. Almina mengatakan, komitmen dan dedikasi tersebut telah meyakinkan pemerintah kampung setempat memperluas areal sasi menjadi 215 hektare dari 32 hektare pada 2019. Sembilan tahun setelah kelompok dibentuk pada 2010.

Terkait perluasan tersebut, Kelompok Waifuna mendapat pendampingan dari YKAN. Anggotanya belajar mengenai manajemen organisasi, yang diterapkan dalam membagi kelompok ke dalam beberapa fungsi yakni menyelam, memanen, mencatat hasil, serta mengelola keuangan.

“Konservasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung bisa lebih efektif bila didukung oleh sistem sosial budaya dan peran perempuan yang terwujud menjadi kebijakan lokal. Salah satu contohnya adalah sasi yang dikelola Kelompok Perempuan Waifuna di Kabupaten Raja Ampat yang mampu memperbaiki kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat” kata Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat Jacobis Ayomi mengapresiasi upaya yang dilakukan Kelompok Perempuan Waifuna dan YKAN. Menurutnya upaya tersebut berkontribusi pada pengelolaan berkelanjutan sumber daya kelautan di Kabupaten Raja Ampat. 

“Lewat kiprah Kelompok Perempuan Waifuna, kita belajar bahwa perempuan dapat berperan penting dalam pelestarian lingkungan sekaligus melestarikan tradisi luhur seperti sasi, sebagai wujud dari pemanfaatan berbasis masyarakat adat di dalam Zona Sasi Kawasan Konservasi,” turut Jacobis.

Namun, kegiatan pengelolaan wilayah sasi tak lepas dari tantangan. Menurut Almina, saat ini kelompoknya menghadapi kesulitan yang berhubungan dengan perubahan iklim. “Beberapa tahun terakhir, ombak besar, angin kencang, dan hujan harus kami hadapi. Saat harus patroli di wilayah sasi, ada ombak dan angin kencang,” pungkasnya.

SHARE