Hutan Amazon Semakin Dekati Ambang Kematian

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Jumat, 11 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Data terbaru menunjukkan bahwa Amazon semakin mendekati titik kritis. Jika melewati titik ini, hutan hujan tropis yang dulunya dikenal sebagai salah satu penyerap karbon utama dunia akan hilang, dengan implikasi “mendalam” bagi iklim global dan keanekaragaman hayati.

Dalam beberapa tahun terakhir, Amazon semakin kehilangan kemampuan untuk “pulih” dari kerusakan akibat banjir, kebakaran, dan deforestasi. Analisis statistik baru tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 75% hutan yang belum tersentuh telah kehilangan stabilitas sejak awal 2000-an. Ini berarti diperlukan waktu lebih lama untuk pulih setelah kekeringan dan kebakaran hutan. 

Model komputer sebelumnya telah mengindikasikan adanya kemungkinan kematian massal di Amazon. Namun analisis baru ini didasarkan pada pengamatan satelit selama tiga dekade terakhir.

Hilangnya stabilitas terbesar berada di daerah yang lebih dekat dengan pertanian, jalan, dan daerah perkotaan serta di daerah yang menjadi lebih kering. Ini menunjukkan bahwa perusakan hutan dan pemanasan global merupakan penyebab utama.

Hutan Amazon di Brasil (WWF)

Faktor-faktor ini “mungkin telah mendorong Amazon mendekati ambang kritis kematian hutan hujan,” para ilmuwan menyimpulkan dalam laporan yang terbit di jurnal Nature Climate Change.

Studi tersebut melihat data satelit jumlah vegetasi di lebih dari 6.000 sel jaringan di seluruh Amazon yang belum tersentuh dari dari tahun 1991 hingga 2016. Hasil studi tidak menyertakan kapan titik kritis itu dapat dicapai. Namun para peneliti memperingatkan bahwa pada saat pemicu titik kritis dapat dideteksi, sudah terlambat untuk menghentikannya.

Setelah titik kritis terpicu, hutan hujan Amazon akan berubah menjadi padang rumput setidaknya selama beberapa dekade. Dia akan melepaskan sejumlah besar karbon dan lebih lanjut mempercepat pemanasan global.

Secara umum, titik kritis pada skala planet merupakan salah satu ketakutan terbesar para ilmuwan iklim. Pasalnya, ini tidak dapat diubah pada skala waktu manusia. Pada 2021, teknik statistik yang sama turut mengungkapkan tanda-tanda peringatan runtuhnya Arus Teluk (gulf stream)  dan arus penting Atlantik lainnya, karena “kehilangan stabilitas yang hampir selesai selama abad terakhir.”

Jika arus-arus ini tidak berfungsi, diperkirakan akan memiliki konsekuensi bencana di seluruh dunia, mengganggu hujan monsun, dan membahayakan lapisan es Antartika. 

Studi lainnya juga menunjukkan bahwa sebagian besar lapisan es Greenland berada di ambang titik kritis, yang akan menyebabkan kenaikan permukaan laut setinggi 7 meter dari waktu ke waktu.

“Banyak peneliti telah berteori bahwa titik kritis Amazon dapat dicapai, namun penelitian kami memberikan bukti empiris penting bahwa kita sedang berada di ambang itu,” kata Prof Niklas  Boers, dari Technical University of Muncih, di Jerman, dikutip The Guardian.

“Melihat hilangnya ketahanan seperti itu dalam pengamatan kami sangat mengkhawatirkan. Hutan hujan Amazon menyimpan sejumlah besar karbon yang dapat dilepaskan bahkan jika kematian ekosistemnya hanya sebagian.”

Boers mengatakan peneliti percaya bahwa kematian Amazon memiliki implikasi besar pada skala global. 

Dalam penelitian tersebut, para peneliti menemukan bahwa wilayah yang terdampak kekeringan atau kebakaran selama 20 tahun terakhir memerlukan waktu lebih lama untuk pulih dibandingkan periode waktu sebelumnya. Hal ini dinilai sebagai tanda utama mengenai meningkatnya ketidakseimbangan hutan. Ini menunjukkan bahwa proses restorasi juga semakin lemah.

Area hutan yang lebih kering juga kehilangan lebih banyak stabilitas dibandingkan dengan yang lebih basah. “Ini mengkhawatirkan, karena model IPCC (Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim) memproyeksikan pengeringan keseluruhan wilayah Amazon sebagai respons terhadap pemanasan global,” kata Boers.

Daerah yang lebih dekat dengan perusakan  hutan oleh manusia juga menjadi lebih tidak stabil. Pohon sangat penting dalam menghasilkan hujan, jadi menebangnya untuk membuka lahan untuk produksi daging sapi dan kedelai menciptakan lingkaran setan kondisi kering yang berujung pada pohon tumbang lebih banyak.

Studi lain pada 2021 juga menunjukkan bahwa saat ini Amazon mengeluarkan lebih banyak karbon dioksida ketimbang jumlah yang diserapnya. Sebagian besar berasal dari kebakaran hutan dan lahan.

Boers mengatakan bahwa data dalam penelitian menunjukkan bahwa titik kritis belum terlampaui. “Jadi masih ada harapan.” 

SHARE