Kisah Pilu Nelayan Dijajah Kapal Pukat Asal Tiongkok

Penulis : Sandy Indra Pratama

Kelautan

Rabu, 02 Februari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Di sebuah tempat yang teduh, di tepi pantai Tombo yang panjang, Joseph Fofana, seorang nelayan berusia 36 tahun, sedang memperbaiki jaring yang sobek. Tepat saat terik matahari pada tengah hari, ia bersiap melego tangkapannya di sebuah pasar ikan terbesar di Sierra Leone.

Hari itu Fofana kebagian rezeki 50 ribu Leone, atau setara Rp 62 ribu rupiah. Penghasilan yang secuil dari laut yang luas dan ganas. “Bayangkan ini penghasilan setelah 14 jam berlayar, berdesakan dengan 20 nelayan lainnya di sebuah kapal asing,” ujarnya.

Ya Fofana memang nelayan, tapi di Sierra Leone, mereka telah lama kehilangan kapalnya akibat kemiskinan. Kini yang mereka bisa lakukan hanyalah menumpang kapal milik nakhoda China dan membayar sewanya selepas jam menangkap ikan selesai.

Pantas saja, hasilnya tak memuaskan.

Ilustrasi Pukat Ikan ilegal. (Pixabay)

"Ini adalah satu-satunya pekerjaan yang bisa kami lakukan," kata Fofana mengeluh. “Itu bukan pilihan saya. Tuhan membawa saya ke sini. Tapi kami menderita.”

Di Sierra Leone, negara yang menghadap Samudra Atlantik, sekitar 13.000 perahu kecil yang seperti Fofana tumpangi berlayar 314 mil (506 km) ke tengah laut. Sektor perikanan, mempekerjakan 500.000 dari hampir 8 juta orang negara Afrika barat, mewakili 12% ekonomi dan merupakan sumber 80% konsumsi protein populasi.

Namun, hari cepat kelabu di pesisir Barat Afrika. Selusin lebih nelayan yang diwawancarai oleh Guardian mengatakan tangkapan mereka berkurang dengan cepat karena penangkapan ikan yang berlebihan secara terus menerus dalam skala besar.

“Bertahun-tahun yang lalu, Anda bisa melihat ikan di air dari sini, bahkan yang besar,” kata Fofana. "Tidak lagi. Ada lebih sedikit ikan daripada sebelumnya.”

Pada saat yang sama, penangkapan ikan ilegal, yang tidak sesuai aturan dan tidak dilaporkan (IUU) adalah masalah besar, yang merugikan Sierra Leone Triliunan Rupiah setiap tahunnya. Angka itu kata Presiden Julius Maada Bio 2018, sekarang mungkin sudah jauh lebih merugikan.

Tahun lalu, operasi bersama yang digelar angkatan laut Sierra Leone dan organisasi konservasi Sea Shepherd Global menangkap lima kapal penangkap ikan milik asing dalam dua hari. Termasuk dua pukat berbendera China yang ditemukan sedang menangkap ikan tanpa izin.

Komunitas nelayan Tombo memang menyalahkan armada asing. Sekitar 40% izin industri perikanan dimiliki oleh kapal China; meski legal, penduduk setempat mengatakan bahwa mereka -pengusaha asing adal Tiongkok itu- membayar dengan murah izin usaha mereka. Balasannya? Tidak transparannya hasil tangkapan dan hanya berdampak kecil terhadap kondisi ekonomi lokal.

Orang-orang di Tombo yang memprotes penangkapan ikan ilegal mengatakan mereka menghadapi kekerasan dari para kru. Alusine Kargbo, seorang nelayan makarel berusia 34 tahun, mengatakan bahwa kru kapal pukat melemparkan air mendidih ke arahnya ketika dia berhadapan dengan mereka tentang penangkapan ikan di daerah di mana pukat dilarang.

“Dulu, trawl tidak ada di zona kami, sekarang ada,” kata Kargbo. “Perbedaannya sangat besar [dalam hal tangkapannya] dibandingkan dengan sebelumnya, saya berjuang untuk memberi makan anak-anak saya.”

Dominasi kapal asing terutama dari nelayan dan pengusaha Tiongkok memaksa para nelayan tradisional Sierra Leone berlayar lebih jauh untukmenagkap ikan. Ibrahim Bangura, 47 tahun, sering melakukan perjalanan memancing selama tiga hari ke Atlantik, dalam musim hujan ketika Atlantik berubah menjadi arena yang mematikan. Belum lagi konflik di “kolam-kolam ikan” tengah laut dengan kapal asing.

“Ada begitu banyak dari mereka,” kata Bangura. “Mereka mengganggu properti saya, mengotori jalan saya. Dan jika Anda mencoba menghentikan mereka, mereka akan melawan Anda.”

Selain mendominasi pasar berlisensi, China secara konsisten menduduki peringkat sebagai pelanggar terburuk untuk penangkapan ikan IUU dalam indeks global 152 negara. Di seluruh Afrika barat, trawl ilegal merusak ekosistem laut dan merusak perikanan lokal, yang merupakan sumber penting pekerjaan dan ketahanan pangan.

Sebuah studi pada tahun 2017 menemukan bahwa Sierra Leone, Senegal, Mauritania, Gambia, Guinea-Bissau, dan Guinea kehilangan $2,3 miliar (£1,7 miliar) per tahun karena penangkapan ikan IUU, yang berjumlah 65% dari tangkapan yang dilaporkan secara legal.

Beberapa ahli memperingatkan bahwa masyarakat pesisir Sierra Leone menghadapi konsekuensi yang membahayakan dari penangkapan ikan yang berlebihan secara legal dan ilegal.

“Armada China telah mengambil keuntungan dari perikanan selama 30 tahun dan dampaknya pada stok ikan sangat buruk,” kata Stephen Akester, penasihat Kementerian Perikanan dan Sumber Daya Kelautan Sierra Leone antara 2009 dan 2021.

Di Sierra Leone ikan kini menghilang, nelayan menderita, keluarga kelaparan. Banyak yang hanya makan satu kali sehari.

THE GUARDIAN

SHARE