Badan Cuaca PBB Peringatkan Ancaman Krisis Air

Penulis : Syifa Dwi Mutia

Perubahan Iklim

Rabu, 06 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Badan Cuaca PBB mengatakan, pengelolaan sumber daya air global “terpecah-pecah dan tidak memadai” dan negara-negara harus segera mengadopsi reformasi menjelang krisis air yang mengancam.

Perubahan iklim diperkirakan akan meningkatkan bahaya yang berhubungan dengan air seperti kekeringan dan banjir. Sementara jumlah orang yang hidup dengan kekurangan air diperkirakan akan meningkat karena kelangkaan dan pertumbuhan populasi yang semakin meningkat.

“Kita perlu bangun untuk menghadapi krisis air yang mengancam,” kata sekretaris jenderal  Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), Petteri Taalas pada Reuters.

'The State of Climate Services 2021: Water', sebuah kolaborasi antara WMO, organisasi internasional, lembaga pembangunan dan lembaga ilmiah, memperkirakan bahwa jumlah orang dengan akses air yang tidak memadai akan mencapai 5 miliar pada 2050, sementara pada 2018 sudah mencapai 3,6 miliar.

Ilustrasi perubahan iklim. (Sandy Indra Pratama| Betahita)

Ini seruan untuk lebih banyak pendanaan dan tindakan mendesak dalam meningkatkan pengelolaan air yang kooperatif, seperti perlu adanya sistem peringatan banjir yang lebih baik di Asia dan sistem peringatan kekeringan di Afrika.

Terlepas dari beberapa kemajuan baru-baru ini, ditemukan bahwa 107 negara tetap berada di luar jalur target untuk mengelola sumber daya air mereka secara berkelanjutan pada 2030.

“Sekitar 60% dari layanan meteorologi dan hidrologi nasional - badan publik nasional yang diberi mandat untuk menyediakan informasi hidrologi dasar dan layanan peringatan kepada pemerintah, publik, dan sektor swasta - tidak memiliki kapasitas penuh yang dibutuhkan untuk menyediakan layanan iklim untuk air,” kata laporan.

Musim Kemarau yang Berkepanjangan di Indonesia

Meski sudah memasuki musim penghujan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyebutkan sebanyak 88,01% dari Zona Musim (ZOM) di Indonesia masih mengalami musim kemarau. Bahkan, pada data yang dirilis di media sosialnya tersebut, BMKG menyebutkan 10 daerah yang tidak mengalami hujan selama lebih dari dua bulan.

Berdasarkan data BMKG, 10 daerah yang sudah tidak mengalami hujan dengan kategori ekstrem, yakni Nusa Tenggara Timur (NTT) di Kota Kupang (179 hari), Sumba Timur (176 hari), Kupang (174 hari), Rote Ndao (102), Nagekeo (102 hari), Belu (96 hari), Sabu Raijua (95 hari), dan  Lembata (94 hari). Kemudian Nusa Tenggara Barat (NTB) di Bima (176 hari) dan BALI yakni di Buleleng (82 hari).

Selain itu, BMKG juga memperingatkan adanya potensi kekeringan di beberapa kabupaten di Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

“Berdasarkan Peta Peringatan Dini Kekeringan Meteorologis BMKG, beberapa kabupaten di Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur berpotensi mengalami kekeringan meteorologis pada klasifikasi siaga dan awas untuk dua dasarian kedepan,” jelas data tersebut.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres memperingatkan dunia berada di jalur bencana lantaran pemanasan global yang terus berlangsung. PBB memprediksi dunia dapat mengalami pemanasan hingga 2,7 derajat Celcius dalam waktu dekat.

"Ini menunjukkan dunia berada di jalur bencana menuju pemanasan 2,7 derajat," kata Guterres dalam sebuah pernyataan yang dikutip CNN.

Guterres menyebut negara-negara gagal memenuhi target pemanasan suhu di bawah 1,5 derajat Celcius, sesuai dengan kesepakatan iklim Paris 2015.

"Kegagalan untuk memenuhi tujuan ini akan berdampak pada hilangnya banyak nyawa dan mata pencaharian," kata Guterres.

Penulis merupakan reporter magang di betahita.id

SHARE