Greenpeace Ragukan Komitmen KLHK Soal PIPPB

Penulis : Tim Betahita

Lingkungan

Jumat, 26 Maret 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengubah data area pembatasan izin di hutan alam primer dan lahan gambut pada periode 2021. Kini pembatasan pada Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) ditetapkan KLHK seluas 66.182.094 hektare lahan.

Namun, langkah tersebut diragukan Greenpeace Indonesia bisa menekan deforestasi di wilayah nusantara.

GIS Specialist Greenpeace Indonesia, Sapta Ananda Proklamasi mengatakan pihaknya melihat KLHK rajin mengganti data PIPPIB setiap enam bulan sekali. Pihaknya menduga rajinnya perubahan data PIPPIB tersebut justru karena permintaan pemilik konsesi.

Tudingan ini ia ungkapkan berkaca dari pengalaman pembatasan pemberian izin, atau yang ia sebut moratorium, pada tahun-tahun sebelumnya. Sapta mengatakan kala itu pemetaan data izin usaha dan lahan tanpa izin seringkali tumpang tindih, sehingga area berizin justru ditemukan berada dalam area yang dimoratorium.

Deforestasi di konsesi perkebunan PT Sawit Mandiri Lestari, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Foto: Betahita/Ario Tanoto

"Jadi pas awal KLHK buat peta moratorium (PIPPIB), ternyata di situ sudah ada konsesi, sudah ada sawit sudah ada HTI (hutan tanaman industri), HPH (hak pengusahaan hutan)," tuturnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu lalu.

Fakta-fakta itulah yang kemudian dikatakan Sapta bahwa pihaknya menduga KLHK kerap mengganti data PIPPIB karena lahan pemilik konsesi berada di atas moratorium. Oleh karena itu pemilik konsensi itu mereka protes dan meminta PIPPIB diubah.

Jika hal tersebut kembali terjadi tahun ini, kata dia, pembatasan pemberian izin tak ada gunanya. Pasalnya dengan adanya izin usaha di area tersebut, artinya deforestasi memang diizinkan pemerintah sehingga moratorium tidak menekan pembalakan hutan di Indonesia.

"Apakah moratorium akan mengurangi deforestasi dan karhutla? Tidak kalau di dalam izin, karena memang sudah tidak dilindungi," katanya.

Sapta mengatakan teori ini seharusnya bisa dibuktikan jika KLHK mau membuka data lokasi deforestasi dan karhutla yang terjadi setiap tahun. Dengan begitu, lanjut dia, masyarakat dapat meninjau apakah penurunan deforestasi terjadi di area moratorium atau justru di area konsesi.

Pihaknya sendiri menduga deforestasi yang diklaim menurun drastis tahun ini, nyatanya lebih banyak didapati di area konsesi. Bisa jadi faktor utama penurunan deforestasi karena produksi yang berkurang selama pandemi, bukan karena pembatasan izin.

Sebelumnya, KLHK mengklaim terdapat penurunan luas deforestasi netto hingga 75,03 persen, yakni mencapai 115,45 ribu hektare tahun 2019-2020 jika dibandingkan dengan periode 2018-2019, yakni 462,46 ribu hektare.

Sementara angka deforestasi bruto tahun 2019-2020 mencapai 119,1 ribu hektare. Turun dari tahun 2018-2019 yang mencapai 465,5 ribu hektare. Menteri LHK Siti Nurbaya mengklaim laju deforestasi ini menjadi yang terendah sepanjang sejarah.

Atas pernyataan Greenpeace Indonesia soal deforestasi dan lahan konsesi dalam PIPPIB itu, CNNIndonesia.com belum mendapatkan klarifikasi dari KLHK.

Sebelumnya, Plt Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Ruanda A Sugardiman memaparkan perubahan pembatasan izin dalam PIPIB.

"Perubahan data terjadi karena adanya masukan data konfirmasi perizinan yang terbit sebelum Inpres Nomor 10 Tahun 2011, pemutakhiran data perizinan, pemutakhiran data bidang tanah, perubahan tata ruang, hasil survei lahan gambut, dan hasil survei hutan alam primer," kata Ruandha dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (24/3).

Ruandha mengatakan perubahan data disusun berdasarkan PIPPIB tahun 2020 periode II dengan mengakomodasi pemutakhiran data dalam enam bulan terakhir.

Dengan adanya keputusan ini, kata dia, maka gubernur dan bupati/walikota tidak boleh memberikan izin usaha pada lahan yang berada di dalam PIPPIB.

Kecuali terhadap konsesi yang sudah mendapat izin penggunaan kawasan hutan sebelum Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 yang mengatur soal pembatasan izin di hutan alam dan lahan gambut terbit.

Pengecualian juga berlaku bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital, perpanjangan izin usaha yang masih berlaku dan memenuhi syarat, serta kegiatan restorasi ekosistem.

Kemudian pengecualian terhadap pelaksanaan kegiatan pertahanan dan keamanan negara, evakuasi untuk bencana alam, penyiapan pusat pemerintahan, proyek strategis nasional dan prasarana penunjang keselamatan umum.

CNNINDONESIA|

SHARE