Investigasi Greenpeace: Korindo Diduga Bakar Lahan di Papua

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

SOROT

Senin, 16 November 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Korindo Grup diduga telah melakukan penghancuran hutan di Provinsi Papua, seluas sekitar 57 ribu hektare, sejak 2001 silam. Dugaan penghancuran hutan itu disebut-sebut juga termasuk yang dilakukan untuk pembangunan perkebunan sawit oleh anak usaha Korindo Grup, PT Dongin Prabhawa, di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Mappi.

Penghancuran hutan dimaksud di antaranya diduga dilakukan mengunakan api atau dengan cara dibakar, demikian hasil investigasi  Greenpeace International bekerja sama dengan Forensic Architecture.

Baca juga: Greenpeace: Ekspansi Sawit Hancurkan Ruang Hidup di Papua

Berdasarkan laporan yang dirilis Greenpeace International, kebakaran lahan di dalam konsesi PT Dongin Prabhawa berkali-kali terjadi sejak sekitar pertengahan 2011 hingga 2016. Bahkan dalam sebuah video yang dirilis Greenpeace, terlihat adanya lahan yang tengah terbakar di dalam konsesi perusahaan tersebut pada Mei 2013 silam.

Pantauan dari udara kebakaran di konsesi kelapa sawit PT Dongin Prabhawa di kabupaten Mappi, Papua, pada 2013./Foto: Ardiles Rante/Greenpeace

Dugaan pembakaran lahan oleh Korindo Grup yang dipublikasikan Greenpeace ini mendapat tanggapan dari pihak KLHK. Namun alih-alih memberikan jawaban terkait dugaan pembakaran yang dilakukan Korindo Grup, KLHK justru menyoal video tersebut berasal dari kebakaran lahan tahun 2013.

Greenpeace menyatakan, karena kebakaran masih terjadi tahun 2016, seharusnya Menteri KLHK Siti Nurbaya yang menjabat dari 2014 sampai sekarang, ikut bertanggung jawab.

"Meski video diambil pada 2013 namun kebakaran di konsesi Korindo masih terjadi di tahun 2016. Masalah utamanya terletak pada adanya dugaan pembakaran yang disengaja, terlepas kapan kebakaran pertama muncul dan di era menteri mana kawasan hutan dilepaskan, investigasi pelanggaran dan penyelidikan masih menjadi tanggung jawab menteri saat ini," kata Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, Kiki Taufik, Sabtu (14/11/2020).

Kiki mengatakan, bukan kali ini saja dugaan adanya kesengajaan pembakaran di konsesi Korindo Grup mencuat. Pada 2016 lalu hal yang sama juga pernah dilaporkan oleh sejumlah elemen masyarakat Papua kepada pihak Direktorat Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Bahkan menurut Kiki, kala itu pemerintah menyebut akan menindaklanjuti laporan tersebut. Akan tetapi hingga kini tindak lanjut dari pemerintah atas laporan itu belum juga terjelaskan hasilnya kepada publik.

"Bila pemerintah telah menelusuri hal ini pada 2016, maka sudah sejauh mana KLHK memproses laporan dan pengumpulan data, lalu apa hasilnya? Kolaborasi Greenpeace International dan Forensic Architecture ini memperkuat temuan sebelumnya. Kemudian publik berhak mengawal dan mengetahui hasil tindakan pemerintah."

Dalam siaran persnya Greenpeace menyebutkan, Greenpeace International bekerja sama dengan Forensic Architecture mengunakan analisis spasial untuk merekonstruksi kasus perusakan lingkungan dan pelanggaran HAM untuk menyelidiki apakah penyebab kebakaran dapat diidentifikasi di konsesi kelapa sawit Korindo di Papua.

Untuk menentukan apakah kebakaran tersebut disengaja atau tidak dengan aktivitas masyarakat atau terkait perluasan perkebunan, Forensic Architecture menggunakan citra satelit NASA yang mencakup kurun waktu lima tahun untuk mengidentifikasi sumber panas dari kebakaran yang terjadi di PT Dongin Prabhawa.

Untuk memastikan bahwa titik panas tersebut adalah api, Forensic Architecture menggunakan metode analisis terkini untuk mengumpulkan data bersama dengan rekaman video dari survei udara yang dilakukan oleh juru kampanye Greenpeace International pada 2013. Tim tersebut menemukan bahwa pola deforestasi dan kebakaran tersebut menunjukkan bahwa pembukaan lahan menggunakan api.

Kiki Taufik menyebut, pemerintah harus meminta pertanggungjawaban Korindo dan perusahaan perkebunan lainnya atas kebakaran di lahan mereka dan kerusakan besar yang diakibatkannya terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan di seluruh Indonesia.

"Namun persoalannya, rekam jejak pemerintah dalam penegakan hukum lemah dan tidak konsisten apalagi kini regulasi perlindungan lingkungan dilemahkan pasca disahkannya UU Cipta Kerja yang pro-bisnis ketimbang aspek lingkungan."

Pada 2016 lalu, lanjut Kiki, pelanggan utama minyak sawit Korindo, yakni Bunge, Cargill, Louis Dreyfus, Musim Mas dan Wilmar, berhenti membeli pasokan dari Korindo setelah sejumlah organisasi lingkungan membongkar keterlibatan Korindo terkait deforestasi dan pelanggaran HAM.

Kemudian, beberapa organisasi lingkungan menyurati perusahaan Siemens, salah satu pelanggan terbesar Korindo yang membeli menara angin dari divisi energi angin Korindo, untuk meminta mereka menangguhkan dagang dengan grup tersebut. Namun, Siemens tetap berdagang dengan Korindo.

Korindo juga disebut-sebut tidak ragu membawa hal ini ke jalur hukum demi menghentikan masyarakat dan media massa yang melanjutkan investigasi terhadap kegiatan Korindo. Forest Stewardship Council (FSC) telah melakukan tiga investigasi terpisah terhadap Korindo terkait praktik penggundulan hutan dan pelanggaran HAM. Akan tetapi publikasi ketiga kasus tersebut terbit dengan versi yang telah disunting setelah diancam akan dibawa ke meja hijau.

Menurut Kiki, Pemerintah Indonesia memberikan wilayah berhutan kepada banyak perusahaan, seperti Korindo, dan mengizinkan perusahaan-perusahaan itu beroperasi dengan impunitas. Sementara perusahaan-perusahaan, para pembeli, dan sejumlah badan sertifikasi membantu seolah-olah terlihat beroperasi dengan prinsip keberlanjutan.

"Pemerintah harus segera mengambil tindakan secara transparan dengan menginvestigasi bukti dari keterlibatan Korindo atas pembakaran hutan. FSC harus mempublikasi laporan lengkap tanpa sensor yang menunjukkan bagaimana Korindo telah melanggar kebijakan asosiasi dan harus secepatnya memutus kontrak dengan Korindo, seperti yang telah direkomendasikan oleh panel pengaduan," ujar Kiki.

Dalam siaran pers tersebut, Peneliti Senior Forensic Architecture, Samaneh Moafy mengatakan, jika kebakaran di konsesi Korindo terjadi secara alami, kerusakan lahannya tidak akan teratur. Namun, setelah dilacak dari pergerakan deforestasi dan kebakaran dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa hal itu jelas terjadi secara berurutan dengan kebakaran yang mengikuti arah pembukaan lahan dari barat ke timur dan terjadi secara besar-besaran di dalam batas konsesi Korindo.

Gakkum Persoalkan Video Kebakaran 2013

Dugaan pembakaran lahan oleh Korindo Grup yang dipublikasikan Greenpeace ini mendapat tanggapan dari pihak KLHK. Namun alih-alih memberikan gambaran hasil penyelidikannya atas laporan sejumlah elemen masyarakat yang disampaikan 2016 lalu, terkait dugaan pembakaran yang dilakukan Korindo Grup, KLHK justru menyoal video kebakaran lahan yang dipublikasikan Greenpeace.

Hal tersebut seperti disampaikan Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani, Jumat (13/11/2020). Ia menyayangkan sikap Greenpeace yang baru sekarang merilis video kebakaran lahan di konsesi PT Dongin Prabhawa. Menurut Rasio, video tersebut mestinya dipublikasikan atau disampaikan kepada pihak terkait pada saat kejadian, yakni pada 2013 lalu.

"Investigasi yang diekspos Greenpeace menyebutkan bahwa video yang digunakannya itu adalah video tahun 2013. Seharusnya, Greenpeace segera melaporkan bukti video tahun 2013 itu kepada pihak terkait pada saat itu," kata Rasio Ridho Sani dalam siaran pers

Menurut Rasio, Greenpeace seharusnya jujur mengungkapkan hasil investigasinya, bahwa pelepasan kawasan hutan untuk konsesi-konsesi perkebunan sawit yang diekspos itu diberikan pada periode tahun 2009-2014. Dengan kata lain diberikan oleh pemerintahan periode sebelumnya. Rasio menyebut, hampir seluruh pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit di Papua dan Papua Barat diberikan di era periode pemerintahan sebelumnya.

"Misalnya, SK (surat keputusan) pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan yang diberikan oleh Pak Menteri Kehutanan yang dulu kepada PT Dongin Prabhawa, itu adalah SK tahun 2009."

Rasio menyarankan, apabila Greenpeace memiliki bukti-bukti karhutla, seperti dugaan karhutla di konsesi Korindo, lebih baik segera dilaporkan kepada pihak terkait pada waktu kejadian agar segera bisa ditindaklanjuti.

Rasio juga menegaskan, perusahaan-perusahaan dari negara manapun yang melanggar, terutama terkait karhutla telah ditindak sesuai prosedur peraturan perundangan.

"Beberapa perusahaan yang berada di bawah grup Korindo telah berikan sanksi akibat karhutla yang terjadi di konsesi-konsesi mereka, bahkan ada yang dibekukan izinnya. Juga beberapa perusahaan Malaysia, Singapura, termasuk perusahaan-perusahaan Indonesia."

Korindo Bantah Bakar Lahan

Terpisah, General Manager Palm Oil Division Korindo, Luwy Leunufna mengatakan, terkait dengan adanya tuduhan pembakaran hutan dalam periode 2011-2016, pernyataan FSC pada Agustus 2019 lalu yang menyatakan bahwa pihak FSC telah melakukan investigasi di lapangan pada Desember 2017. Hasil kesimpulan investigasi tersebut menyatakan tuduhan bahwa Korindo dengan sengaja dan ilegal membakar areal perkebunan adalah tidak benar.

"Kami juga menegaskan bahwa pihak FSC pada tahun 2017 sudah melakukan investigasi khusus ke lapangan dengan membentuk 3 panel ahli yang kompeten untuk menganalisa hal tersebut dan telah merilis pernyataan resmi pada tanggal 23 Juli 2019 bahwa Korindo tidak terbukti melakukan hal tersebut," kata Luwy, Senin (16/11/2020).

Lebih jauh dijelaskan, temuan FSC tersebut memperkuat hasil investigasi yang sebelumnya telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Merauke dengan Nomor Surat 522.2/0983 tertanggal 24 Agustus 2016 yang menyatakan bahwa pembukaan lahan dilakukan secara mekanis dan tanpa bakar.

"Kami sudah sampaikan bahwa terkait tuduhan tersebut, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Mereuke serta Direktorat Jenderal Gakkum LHK, sudah mengeluarkan hasil investigasi mereka. Bahwa Korindo tidak melakukan pembakaran lahan."

Selain kedua hasil investigasi tersebut, terdapat juga surat dari Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK RI Nomor S.43/PHLHK/PPH/GKM.2/2/2017 tanggal 17 Februari 2017 yang menyatakan bahwa anak perusahaan Grup Korindo yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit tidak melakukan illegal deforestation dan telah memperoleh izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri LHK.

SHARE