Premium - Pertalite Sumber Pencemaran Udara, KLHK: Dilarang Saja

Penulis : Betahita.id

Lingkungan

Senin, 21 September 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Penggunaan BBM murah jenis Premium, Pertalite dan Solar dengan cetane number 48 menjadi penyebab pencemaan udara di wilayah perkotaan. “Untuk kita ketahui, udara di kota besar dipengaruhi sekitar 70 sampai 80 persen oleh kendaraan bermotor apalagi kota megapolitan seperti Jakarta,” ujar Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Direktorat Jendral Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, K LHK, Dasrul Chaniago, pada webinar bertajuk Program Langit Biru untuk Meningkatkan Mutu Udara Ambien, pada Rabu, 16 September 2020.

Saat ini, 86 persen pengguna kendaraan bermotor di Indonesia menggunakan Premium dan Pertalite.

Bahan bakar ditengarai menjadi salah satu penyebab kendaraan bermotor banyak menyumbang pencemaran udara di perkotaan. Menurut Dasrul, tiga bahan bakar utama yang sering dipakai masyarakat merupakan bahan bakar yang tidak sesuai dengan regulasi yang ada.

“Kita masih menjual solar dengan cetane number 48, padahal di aturan minimum 52 misalnya, kemudian premium dan pertalite yang kandungan sulfurnya di atas 50 ppm, padahal di regulasi harus di bawah 50,” kata Dasrul.

Ilustrasi pencemaan udara (pxhere.com)

Kendaraan bermotor mesin bensin yang diproduksi per September 2018, sudah menerapkan standar emisi euro 4 dimana bahan bakar standarnya adalah pertamax turbo.

Sedangkan untuk sepeda motor di Indonesia sendiri, sudah menerapkan standar emisi euro 2 dan euro 3 yang membutuhkan bahan bakar standar pertamax 92. Menurut Dasrul, penggunaan bahan bakar juga harus mengikuti perkembangan teknologi mesin kendaraan.

“Kendaraan yang beredar sekarang sejatinya tidak memerlukan tiga bahan bakar tersebut, saya yakin sudah tidak ada motor produksi di bawah tahun 2006 (euro 1) yang dipakai, sama seperti mobil,” kata Dasrul.

Akibat dari penggunaan bahan bakar yang tidak sesuai tersebut, muncul zat-zat berbahaya yang mencemari udara. Dampaknya akan menimbulkan penyakit pernapasan, kanker, kelahiran prematur, ekosistem, dan kerusakan material bangunan.

Terkait pelarangan penjualan bahan bakar yang tidak sesuai dengan regulasi, Dasrul menekankan pada kepala daerah agar berani membuat kebijakan yang melarang penjualan bahan bakar tersebut. “Izin pembangunan SPBU ada di pemda, tinggal cabut izin penjualan pertalite, premium, dan solar 48. Ketiganya jelas tidak memenuhi standar kendaraan yang beredar, dilarang saja,” kata Dasrul.

Rencana Penghapusan Premium - Pertalite

CNBC Indonesia melaporkan, PT Pertamina (Persero) kini tengah mengkaji penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin dengan nilai oktan (Research Octane Number/ RON) di bawah 91 sejalan dengan rencana pemerintah untuk menerapkan BBM ramah lingkungan.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan kajian ini karena adanya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.20 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O mengatur bahwa bensin minimum harus RON 91. Ini artinya, bila mengacu pada peraturan tersebut, maka seharusnya tidak boleh ada lagi produk bensin di bawah RON 91 yang dijual ke publik.

Namun di sisi lain, lanjutnya, porsi penjualan bensin RON 88 atau Premium dan Pertalite dengan RON 90 memiliki porsi penjualan yang paling besar di antara bensin lainnya, yaitu  75.500 kilo liter (kl) per hari atau 86,7%.

TEMPO.CO | TERAS.ID

SHARE